Halo, selamat datang di menurutanalisa.site! Kita semua tahu, menjelang Lebaran atau hari raya keagamaan lainnya, satu hal yang paling ditunggu-tunggu adalah THR alias Tunjangan Hari Raya. Nah, pertanyaannya, bagaimana sih sebenarnya perhitungan THR menurut UU Cipta Kerja? Apakah ada perubahan signifikan yang perlu kita ketahui?
Tenang, kamu nggak sendirian. Banyak banget yang masih bingung soal ini. UU Cipta Kerja memang membawa beberapa perubahan dalam berbagai aspek ketenagakerjaan, termasuk soal THR. Makanya, di artikel ini, kita akan membahas tuntas, dari A sampai Z, tentang perhitungan THR menurut UU Cipta Kerja, dengan bahasa yang santai dan mudah dimengerti.
Jadi, siapkan kopi atau teh hangatmu, duduk yang nyaman, dan mari kita bedah bersama-sama bagaimana aturan THR di era UU Cipta Kerja ini! Kita akan bahas mulai dari siapa saja yang berhak menerima, bagaimana cara menghitungnya, hingga hal-hal penting lainnya yang perlu kamu ketahui. Yuk, langsung saja kita mulai!
Memahami Dasar Hukum THR di Era UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja, atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, memang sedikit mengubah beberapa aturan ketenagakerjaan, termasuk yang berkaitan dengan THR. Meskipun begitu, secara garis besar, kewajiban perusahaan untuk memberikan THR kepada pekerja/buruh tetap berlaku.
Dasar hukum utama terkait THR sebenarnya masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Peraturan ini mengatur lebih detail tentang hak pekerja/buruh untuk mendapatkan THR, serta kewajiban perusahaan untuk membayarkannya. Jadi, UU Cipta Kerja ini lebih menguatkan dan memperjelas kewajiban pembayaran THR tersebut.
Intinya, meskipun ada UU Cipta Kerja, hakmu untuk mendapatkan THR tetap dilindungi oleh hukum. Jangan khawatir, kita akan terus mengupas tuntas bagaimana aturan ini berjalan dalam praktik.
Siapa Saja yang Berhak Mendapatkan THR?
Nah, ini dia pertanyaan penting! Siapa saja sih yang berhak menikmati manisnya THR? Secara umum, semua pekerja/buruh yang memiliki hubungan kerja dengan perusahaan berhak mendapatkan THR, asalkan sudah bekerja minimal 1 bulan secara terus-menerus.
Tidak peduli statusnya karyawan tetap, karyawan kontrak (PKWT), atau bahkan pekerja harian lepas, selama memenuhi syarat minimal masa kerja, kamu berhak mendapatkan THR. Bahkan, jika kamu resign atau di-PHK dalam rentang waktu 30 hari sebelum Hari Raya, perusahaan tetap wajib membayarkan THR kepadamu.
Penting untuk diingat, THR ini adalah hak pekerja/buruh yang diatur oleh undang-undang. Jadi, jangan sampai ada perusahaan yang mencoba menghindar dari kewajiban ini ya!
Kapan THR Harus Dibayarkan?
Ini juga penting nih! Jangan sampai THR kamu telat cair! Menurut aturan, THR wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum Hari Raya Keagamaan. Jadi, perusahaan nggak boleh menunda-nunda pembayaran THR dengan alasan apapun.
Jika perusahaan terlambat membayar THR, mereka bisa dikenakan sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, hingga pembekuan kegiatan usaha. Jadi, perusahaan harus benar-benar memperhatikan tenggat waktu pembayaran THR ini.
Penting untuk dicatat, Hari Raya Keagamaan yang dimaksud di sini adalah Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Natal, Hari Raya Nyepi, Hari Raya Waisak, dan Hari Raya Deepavali.
Cara Menghitung THR Menurut UU Cipta Kerja
Setelah tahu siapa yang berhak dan kapan THR harus dibayarkan, sekarang kita masuk ke bagian yang paling penting: cara menghitung THR. Perhitungan THR menurut UU Cipta Kerja sebenarnya cukup sederhana, namun ada sedikit perbedaan tergantung masa kerja.
Untuk pekerja/buruh yang sudah bekerja selama 12 bulan atau lebih, THR yang diterima adalah sebesar 1 bulan upah. Sedangkan untuk pekerja/buruh yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, THR dihitung secara proporsional.
Rumus perhitungannya adalah:
(Masa Kerja (dalam bulan) / 12) x 1 bulan upah
Contoh Perhitungan THR yang Sederhana
Biar lebih jelas, mari kita lihat beberapa contoh perhitungan THR:
- Contoh 1: Andi sudah bekerja di PT. Maju Jaya selama 2 tahun dengan upah Rp 5.000.000 per bulan. Maka, THR yang akan diterima Andi adalah Rp 5.000.000.
- Contoh 2: Budi baru bekerja di PT. Sejahtera Abadi selama 6 bulan dengan upah Rp 4.000.000 per bulan. Maka, THR yang akan diterima Budi adalah (6/12) x Rp 4.000.000 = Rp 2.000.000.
- Contoh 3: Cinta bekerja di sebuah perusahaan selama 3 bulan dengan upah Rp 3.500.000. Maka THR yang didapatkan adalah (3/12) * Rp 3.500.000 = Rp 875.000
Gampang kan? Yang penting kamu tahu berapa masa kerjamu dan berapa upah bulananmu.
Komponen Upah yang Masuk dalam Perhitungan THR
Perlu diingat, upah yang digunakan untuk menghitung THR adalah upah bulanan yang meliputi gaji pokok dan tunjangan tetap. Tunjangan tidak tetap seperti uang makan atau uang transport tidak termasuk dalam perhitungan THR.
Namun, jika perusahaan memberikan tunjangan tetap, seperti tunjangan jabatan atau tunjangan perumahan, maka tunjangan tersebut harus dimasukkan dalam perhitungan THR.
Pastikan kamu memahami komponen upah yang masuk dalam perhitungan THR agar tidak ada kesalahan dalam perhitungan.
Hak dan Kewajiban Perusahaan Terkait THR Berdasarkan UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja menegaskan kewajiban perusahaan untuk membayarkan THR kepada pekerja/buruh yang memenuhi syarat. Perusahaan tidak boleh mengelak atau menunda-nunda pembayaran THR dengan alasan apapun.
Selain kewajiban membayar THR, perusahaan juga wajib memberikan THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu paling lambat 7 hari sebelum Hari Raya Keagamaan. Perusahaan juga harus transparan dalam memberikan informasi terkait perhitungan THR kepada pekerja/buruh.
Jika perusahaan melanggar ketentuan terkait THR, mereka bisa dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sanksi Jika Perusahaan Melanggar Aturan THR
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, perusahaan yang melanggar aturan THR bisa dikenakan sanksi administratif. Sanksi ini bisa berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, hingga pembekuan kegiatan usaha.
Selain sanksi administratif, perusahaan juga bisa digugat secara perdata oleh pekerja/buruh yang haknya dilanggar. Jika terbukti bersalah, perusahaan wajib membayar ganti rugi kepada pekerja/buruh.
Penting bagi perusahaan untuk memahami dan mematuhi aturan THR agar terhindar dari sanksi dan gugatan hukum.
Bagaimana Jika Perusahaan Tidak Mampu Membayar THR?
Dalam kondisi tertentu, perusahaan mungkin mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu membayar THR tepat waktu. Jika hal ini terjadi, perusahaan wajib melakukan dialog dengan pekerja/buruh untuk mencari solusi terbaik.
Solusi yang bisa ditempuh antara lain melakukan penundaan pembayaran THR dengan kesepakatan bersama, atau melakukan pembayaran THR secara bertahap. Namun, solusi ini harus disepakati oleh kedua belah pihak dan harus dilaporkan kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat.
Penting untuk diingat, kesulitan keuangan bukan berarti perusahaan bebas dari kewajiban membayar THR. Perusahaan tetap harus bertanggung jawab untuk memenuhi hak pekerja/buruh.
Pertanyaan yang Sering Diajukan Seputar THR (FAQ)
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan seputar THR, lengkap dengan jawabannya:
Pertanyaan | Jawaban |
---|---|
1. Apa itu THR? | Tunjangan Hari Raya, wajib diberikan perusahaan kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan. |
2. Siapa saja yang berhak menerima THR? | Semua pekerja dengan masa kerja minimal 1 bulan. |
3. Kapan THR harus dibayarkan? | Paling lambat 7 hari sebelum Hari Raya Keagamaan. |
4. Bagaimana cara menghitung THR untuk karyawan tetap? | 1 bulan upah, jika sudah bekerja 12 bulan atau lebih. |
5. Bagaimana cara menghitung THR untuk karyawan yang belum 1 tahun bekerja? | (Masa Kerja (dalam bulan) / 12) x 1 bulan upah. |
6. Apakah tunjangan tidak tetap masuk dalam perhitungan THR? | Tidak, hanya gaji pokok dan tunjangan tetap. |
7. Apa sanksi jika perusahaan telat membayar THR? | Teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, hingga pembekuan kegiatan usaha. |
8. Apakah karyawan yang resign sebelum hari raya tetap dapat THR? | Ya, jika resign dalam 30 hari sebelum Hari Raya. |
9. Apa yang harus dilakukan jika perusahaan tidak membayar THR? | Melaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan setempat. |
10. Apakah perusahaan boleh membayar THR secara bertahap? | Boleh, dengan kesepakatan bersama dengan pekerja dan dilaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan. |
11. Apakah UU Cipta Kerja mengubah aturan THR secara signifikan? | Tidak signifikan, UU Cipta Kerja lebih mempertegas kewajiban pembayaran THR. |
12. Apakah pekerja harian lepas berhak mendapatkan THR? | Ya, asalkan sudah bekerja minimal 1 bulan secara terus-menerus. |
13. Apa yang dimaksud dengan Hari Raya Keagamaan dalam konteks THR? | Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Natal, Hari Raya Nyepi, Hari Raya Waisak, dan Hari Raya Deepavali. |
Kesimpulan
Semoga artikel ini bisa memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang perhitungan THR menurut UU Cipta Kerja. Ingat, THR adalah hakmu sebagai pekerja/buruh, dan perusahaan wajib memenuhinya. Jangan ragu untuk menanyakan kepada pihak HRD atau Dinas Ketenagakerjaan jika ada hal yang kurang jelas.
Jangan lupa untuk terus mengunjungi menurutanalisa.site untuk mendapatkan informasi dan analisis menarik lainnya seputar dunia kerja dan keuangan. Sampai jumpa di artikel berikutnya!